Arsip

Sunday, July 1, 2007

Muslim atau Zalim atau Kafir ?

Tanpa disadari banyak orang dalam menghayati dan mengamalkan Al Kitab (firman-firman / ayat-ayat Ilahi yang diturunkan kepada agama-agama Samawi) terkadang ragu, atau bahkan terlihat bingung dalam mengamalkan ayat-ayat kitab suci yang dianutnya. Apalagi jika sudah menyinggung ayat-ayat muthasyabihat / allegory yang secara kasat mata maknanya sering saling “bertentangan / bertolak belakang” antara satu ayat dengan ayat yang lainnya. Terkadang manusia dalam ber”fakir” mencari jalan menemui Allah ini tersasar menjadi memuja/memberhalakan tokohnya, sehingga secara tak sadar akhirnya menganut pedoman “Yang penting siapa yang bicara, bukan maknan dari firman yang diperintahkanNya”. Hal ini hanya membuat embel-embel menjadi lebih penting bagi kita, bukan lagi tujuan ibadahnya yang hakiki- yaitu bagaimana agar kita dapat “pulang” kembali ke Yang Maha Hidup dengan selamat.

Sering kita harus diingatkan kembali dengan contoh yang ekstrim. Kita tahu bahwa pemuka-pemuka atau tokoh-tokoh agama adalah ibarat “pengembala” bagi kita “domba kecil” yang membutuhkan perlindungan agar tidak diterkam “srigala”. Tetapi karena taklid buta kita sering tidak sadar bahwa banyak sekali kejadian-kejadian yang menunjukan bahwa si “gembala” justru senang mengorbankan “domba-dombanya” untuk menyelamatkan ekonomi, gengsi dirinya atau demi untuk kesenangan dunia yang sesaat, tapi kita tetap dengan fanatik bersikukuh mengatakan “…semua itu adalah demi ibadahku!”. Itu semua karena sebagai umat kita memakai kacamata fanatisme dan tidak mau “memakai” akal kita walaupun Allah telah berfirman ;

(QS Az Zumar 39:18) “yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”

Demi membela tuannya -sang penguasa atau sang nafsu- demi manisnya kenikmatan duniawi. Mereka tokoh-tokoh tersebut rela mengorbankan martabat ke 'tokohan' nya dan mengorbankan umatnya dan bahkan menjual ayat-ayat Tuhan / Allah dengan harga yang sedikit, mereka tidak malu-malu mengendarai “agamanya” untuk mereguk kenikmatan duniawi tersebut, dimasa lalu kita sering melihat dan mendengar mereka menggelar “doa-doa” membuat kebulatan tekad memilih Presiden tertentu demi menyenangkan “tuan”nya (baca: berhalanya, yaitu kenikmatan duniawi). Kita juga masih ingat saat bangsa ini mulai terpuruk, ada banyak tokoh-tokoh agama tertentu yang di'tunggangi' nafsunya berlomba-lomba membujuk umatnya untuk “menyumbangkan” harta dan emasnya demi rezim pemerintah , walaupun mereka tahu bahwa umatnya sudah sekarat melarat. Semua ini dikemas dengan bungkus yang cantik, indah dan menarik, yaitu – Dikatakannya bahwa:"Membela negara adalah ibadah" (maksudnya – menyelamatkan ‘kocek’nya)".
Kita semua dahulu dididik bahwa hal yang paling penting adalah aklamasi ‘mayoritas’ , Sang Kebenaran adalah nomor kesekian dari buntut. Padahal QS 6:116 dan 5:49 menggambarkan bahwa jika kita mengikuti mayoritas maka ada kalanya kita berada pada jalan yang salah.
Pada akhirnta takala keadaan memburuk dan “pohon” tempat mereka bersenda-gurau sudah keropos tidak tetolong, “pohon” tersebut tumbang sarat dengan tanggungan yang harus dipikul umat sampai ke anak cicitnya semua. Tidak ubahnya gerombolan kera-kera (mereka yang memberikan legitimasi umumnya adalah pemuka-pemuka agama tertentu) tunggang langgang berlompat-lompatan ke pohon-pohon lain terlebih dahulu sambil berteriak riuh rendah menyelamatkan diri sendiri. Mereka meninggalkan umatnya terjerembab, sekarat. Serta merta mereka berbalik ikut menghujat, bersorak-sorai menunjuk-nunjuk pohon tumbang runtuh beserta karib-karib mereka dahulu, karib yang dulu mereka sembah-sembah dan sangat mereka berhalakan dan bersama mereka dulu mereka bersama-sama berpesta pora makan harta rakyat. Itulah perumpamaan yang paling pas untuk menggambarkan mereka. Umat kehilangan arah, salah jalan, salah urus akhirnya terjerumus kedalam nista,seperti pada peristiwa Mei 1998 dan umat mendapat kecaman serta hujatan yang pedih karena salah memilih panutan. Hal ini saya diingatkan kembali sekedar memberikan gambaran betapa perlunya kita berhati-hati dan tahu kiat-kiat dalam memilih, apalagi jika itu menyangkut pilihan penting yaitu tentang memilih keimanan, kebenaran atau memilih guru meng(k)aji sekalipun. Mudah-mudahan anak cucu kita tidak mengalami lagi zaman kegelapan seperti itu.

Seorang Guru Mursyid pernah memberikan sebuah contoh laku hewan. Kucing dikolong meja dengan tenang menyantap tulang ikan yang diberikan kepadanya. Tapi kucing akan cepat lari bersembunyi jauh-jauh jika ia mencuri tulang ikan dari piring kotor diatas meja. Sebaliknya banyak manusia Indonesia seanak-cicit dan teman-temannya akan bangga dan pamer jika ia menjadi kaya raya dengan mencuri harta umatnya / rakyatnya atau bahkan bangga hanya karena bertetangga dengan mereka. Itulah kenyataannya.

Dalam skala global. halnya umat nabi Muhammad kita masih ingat bahwa Salman Rusdie pernah menghujat bahwa Al Qur’an berisikan tidak lain hanya ayat-ayat setan. Apa mau dikata mungkin hati yang gelap berupaya mencari jalan terang dan sayangnya mungkin beliaupun mendapat penjelasan dari seorang yang walaupun bergelar “ahli kitab” tapi sebenarnya juga belum melihat “Terang”, jadilah si buta menuntun sibuta. Ini salah siapa? Menurut hemat saya hal tersebut adalah salah kita sendiri - Umat Islam - yang kebanyakan hanya menjadi 'Ahli Kitab' saja tetapi sama sekali tidak memahami makna yang ada dibelakang ayat-ayat tersebut. Jadi, jujurlah, itu sama sekali bukan kesalahan Salman Rusdie! Mari kita berkaca dengan jujur memandang wajah kita sendiri.

Melihat begitu banyaknya “salah kaprah” dibumi kita ini, maka sebaiknya kita sendirilah yang harus pandai-pandai meniti buih menjaga diri sendiri dengan patokan kebenaran yang hakiki. Yang jelas selain dengan bertanya kedalam diri, yang juga -hal itu- pasti sudah dianugerahkan Tuhan kepada setiap umat dalam setiap Kitab yang dianugerahkanNya maupun kedalam hati setiap insan manusia.

Golongan Manusia
Manusia (apapun golongan ataupun apapun agamanya, penulis garis bawahi sekali lagi apapun agamanya) hanya terdiri dari dua golongan saja, yaitu, pertama; mereka yang “tahu” / “kenal”, kenal sebenar-benarnya dan kedua; mereka yang “tidak tahu” / “tidak kenal”. Hal ini selaras dengan firman – firman Tuhan / Allah:

(QS Al Balad 90:10) “Dan Kami tunjukan kepadanya dua jalan”.

(QS As Syams 91:8) “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan (fujur) dan ketaqwaannya”.

Bersyukurlah mereka kaum-kaum yang diberikan akal dan masih memiliki kemampuan melihat dan mendengar dengan mata-bathin atau orang barat mengatakannya memiliki “Wisdom eye”, sehingga dapat memahami dengan jernih ayat-ayat Al Qur’an yang “Muthasyabihat”, atau dalam Kitab Suci kaum Nasrani disebut sebagai ayat-ayat “Allegory”.

Dalam hal kita sebagai seseorang yang membaca dan menghayati Al Qur’an sebagai kitab sucinya, kepada kita juga sudah dikaruniakan ayat yang seharusnya menjadi parameter/patokan untuk acuan yang jelas dan baku dalam mengukur diri. Apakah kita sudah mendapatkan pemahaman makna ayat dengan benar dan hakiki sebelum kita bertindak sesuatu ? Apalagi jika kita akan bertindak mengatas namakan “Demi keimanan serta kesucian”, yang pada kenyataannya sebaliknya justru kita sudah terhanyut kedalam kefasikan akibat “tersanjung” oleh misi iblis. Iblis dengan izin Tuhan / Allah untuk memberikan cobaan kepada manusia, iblis kapanpun selalu berupaya menjerumuskan kita kedalam kekufuran, justru disaat-saat yang sangat “kritis” yakni saat-saat kita mendalami suatu ayat ataupun melaksanakan nya dengan niat yang kita anggap “Demi kesucian dan keimanan” (Ingat, bahwa yang terusir dari 'Surga' adalah manusia - yang diwakili oleh Adam -, dan iblis jelas masih berada di surga!, karena iblis diberikan tangguh oleh Allah). Hal itu jelas diwahyukan Allah pada QS Al Balad 90:10, QS Asy Syams 91:9 diatas dan diperkuat dengan ayat berikut ini, jadi renungkan baik-baik ayat tersebut.

(QS Al Hijr 15:39) “Iblis berkata: ‘Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,’”
Sehubungan dengan upaya iblis diatas, ada hal penting yang perlu kita pahami. Banyak hal yang tampaknya indah dan terpuji tetapi dibalik itu sebenarnya adalah pekarya iblis, iblis bisa (bahkan berjanji / bersumpah, berupaya) datang dari tempat yang tidak pernah kita sangka-sangka atau duga-duga. Pekarya iblis sangat mungkin dan nyatanya bisa muncul dari tempat yang kita anggap “tidak mungkin tercemar” atau “sangat suci”. Sehingga ayat-ayatpun dapat ditunggangi iblis sebagai kendaraannya dalam menjerumuskan kita dari jalan yang lurus. Pekarya iblis ini benar-benar disajikan dengan menarik, indah dan mengesankan, yaitu “kesucian” (contoh: ayat suci dipergunakan untuk pekarya santet maupun pelet, sehingga banyak orang terjerumus yang dengan bangga mengatakan bahwa dia melakukan hal tersebut dengan menggunakan “ilmu putih/ilmu Allah”. Atau dalam skala yang lebih dahsyat yaitu untuk alasan 'membela agama dan kebenaran ', 'jihad' banyak pihak melakukan genocide maupun holocaust dll. Ini jelas salah kaprah). Sebaiknya agar menjadi gamblang, kita camkan bahwa untuk menguji tingkat keimanan manusia, Tuhan / Allah memang memberikan tangguh kepada iblis agar iblis dapat menjalankan “misi” tersebut lihat QS Al Hijr 15:39 serta pada ayat berikut,

(QS Al A’raaf 7:15-17) “Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.’ Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at).’”

“Dia (iblis) berkata: ‘Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil’.” (QS Al Israa 17:62)

“…………..Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS An Nahl 16:92)

Demikian banyaknya orang per orang ataupun kaum, yang memprolamirkan dirinya “taat/beriman” bahkan menyebutkan bahwa dirinya “pembela sejati” dari ajaran Nabi-nabi serta Kitab-kitab dengan segala embel-embel simbol lahiriahnya yang lebih sering mendirikan bulu kuduk orang-orang yang melihatnya daripada mendatangkan kesejukan. Contoh sepele, kita sering melihat banyak kaum dari dua besar golongan agama samawi yang secara provokatif bangga menempelkan sticker “embel-embel” di kaca belakang mobil-mobil mereka. Kata-katanya sangat mendirikan bulu roma seolah-olah mereka masing-masing adalah umat yang paling benar, jika berbeda dengan mereka adalah patut mereka sebut “kafir”. Secara provokatif mereka bersikap seolah sudah bersiap-siap dengan pedang terhunus didalam kendaraannya untuk terjun memulai perang “suci” ataupun perang Dunia ke III. Tanpa kita sadari hal itu sudah banyak terjadi disekeliling kita. Sebenarnya baik yang menunjuk maupun yang ditunjuk sebagai “kafir”. kedua-duanya sudah menjadi hamba-hamba iblis dan sama-sama penyebar teror. Bagi iblis sekali dayung dua pulau terlalui.
Didunia ini banyak orang yang “berkorban” siap sedia mencabut nyawa-nyawa umat lain yang tidak sepaham dengan golongannya, yang notabene setitik biji zarah pun bukanlah menjadi hak nya. Sebaliknya mereka kalau sudah terpepet dan terpaksa ,sekali lagi - terpepet dan terpaksa, oleh keadaan karena akibat ulahnya sendiri, karena memang sudah tidak bisa memilih atau berkelit, dengan amat sangat terpaksa, rela ataupun tidak, harus terbunuh atau dibunuh secara tragis. Tanpa disadari akhirnya mereka mengorbankan dan menyeret seluruh keluarga yang ditinggalkannya (kakek-nenek, ibu-bapak, suami/istri, anak-cucunya) kedalam kesengsaraan serta aib yang berkepanjangan dan ini dapat menembus sampai ke golongannya, kaumnya serta bahkan menghancurkan bangsanya. Hal perilaku yang demikian akhirnya hanya akan dikenang sebagai “pembawa kerusakan dimuka bumi”. Apakah mereka yang terseret kedalam kehinaan ini semata-mata karena kebetulan mereka bernasib buruk? Tidak ada satupun didunia ini yang terjadi karena hukum 'kebetulan'. Tanpa kita sadari itu adalah bayaran karma mereka.

“Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (QS Al Baqarah 2:11-12)

Pada akhirnya Sang Waktu / Sang Sejarah akan membuktikan kebenaran yang hakiki bahwa ini adalah aib pekarya iblis yang kesemuanya ini akan menjadi karma perintang baginya di hari kemudian atau pada putaran kehidupannya yang kemudian (reinkarnasi).
Dilain pihak bagi orang lain (keluarganya) yang tidak berbuat tetapi baik secara lansung atau tidak langsung mendapatkan imbas aib / bencananya semata-mata adalah karena karma perintang yang dibawa dari putaran kehidupan sebelumnya yang harus ditanggung / dibayarnya sekarang pada putaran hidup saat ini (lihat Qs Al Israa 17:49-52 dibawah). Tidak ada yang tidak adil, tidak ada yang pernah salah dan meleset satu micron pun dengan keputusan Allah Yang Maha Adil, Maha Benar dan Maha Mengetahui.

(QS Al Israa 17:49-52) “Dan mereka berkata: ‘Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?’.Katakanlah: ‘Jadilah kamu sekalian batu atau besi, atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu’. Maka mereka akan bertanya: ‘Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?’ Katakanlah: ‘Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama’. Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata, ‘Kapan itu (akan terjadi)?’ Katakanlah: ‘Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat, yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja.’”

(QS Al Mursalaat 77:7) “sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu itu pasti terjadi.”

(QS AT Thuur 52:7) “sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi,”

(Qs Al Ahqaaf 46:18) “Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi.”

(QS Al Maa’idaah 5:60) “Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?" Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.”

Setiap pihak mengira dan percaya bahwa mereka paling benar dan memperjuangkan “kebaikan/kesucian” dan mereka masing-masing mengira bahwa mereka akan “kekal” disurga karena mereka mengira mereka adalah syuhada/martir, pada halnya mereka adalah hamba iblis, penghuni neraka jahanam, mata bathin mereka buta sebagaimana di firmankan Tuhan pada QS Al Hajj 22:46. Dan Allah pada hari kiamat akan menjelaskan apa yang mereka perselisikan (lihat QS An Nahl 16:92 di hal. 3).

(Qs Al Baqarah 2:18) “Mereka Tuli, bisu dan buta maka tidaklah mereka akan kembali ( kejalan yang benar).”

(QS Al Hajj 22:46) “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”

Mereka tidak pernah berpikir bahwa mereka termasuk kedalam orang-orang merugi karena mereka mengotori ilmu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Luhur. Simaklah ayat berikut,

(Qs As Syams 91:10) “Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Mereka tidak pernah mau berfikir bahwa “sesembahan” macam apa yang mereka sebut “Tuhan” mereka, yang memerintahkan untuk membinasakan mahluk yang lain dalam arti sebenar-benarnya. Mereka tidak mau berfikir tentang ayat-ayat Tuhan menyangkut yang “kafir-kafir / musrik-musyrik” yang seharusnya mereka “bunuh” tuntas tanpa menumpahkan darah, agar mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan lahir-bathin yang sebenar-benarnya serta senyata-nyatanya (seperti janji Allah yang mutlak kebenaranNya – Maha Benar). Sehingga rachmat ini tidak saja bagi dirinya tetapi juga melimpah bagi seluruh keluarganya/golongannya. Allah Maha Mengetahui, sungguh Allah sudah menetapkan mereka demikian adanya seperti difirmankan didalam ayat-ayat berikut ini;

(Qs Al Baqarah 2:18) “Mereka Tuli, bisu dan buta maka tidaklah mereka akan kembali ( kejalan yang benar)”

(QS Al Israa 16:72) “Barang siapa buta (hatinya) didunia ini, niscaya di akherat nanti dia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan ( yang benar).”

(Qs Al Baqarah 2:171) “Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.”

Orang-orang seperti itu mereka mati tidak akan kembali kepada Allah seperti QS 75:12 dan 96:8. Jadi mereka tidak ada mengalami apa yang disebut “Datang dari Allah dan kembali kepada Allah”, mereka harus menebus dahulu perbuatan-perbuatan mereka yang bertentangan dengan ‘Kebajikan’ melalui reinkarnasi, mewujud kembali seperti diungkapkan oleh QS 5:60 atau 17:49-52 diatas.”

Pemahaman / Pengkajian Ayat

Marilah kita mencoba mengkaji beberapa ayat-ayat dalam Al Qur’an dibawah ini yang secara kasat mata tampaknya “bertentangan” ;

(QS Al Baqarah 2:54) “Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."

(QS Al Baqarah 2:191) “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.”

QS An Nissa’ 4:66) “Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: ‘Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu’, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),”

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong,” (QS An Nisaa’ 4:89)

Jika kita tanyakan perihal “bunuhlah orang-orang kafir” atau “bunuhlah dirimu” dari ayat-ayat tersebut diatas, kita dapat mengelompokan kedalam 4 besar golongan jawaban/pendapat yaitu;

1. Orang-orang yang yakin seyakin-yakinnya mereka akan melaksanakan perintah tersebut tanpa pikir panjang. Yaitu mereka-mereka yang sering disebut kaum fanatik buta. Mereka tanpa sadar bersedia menjalankan “misi” iblis yang dipertuhankannya hingga mereka menjadi penjadi penebar ketakutan serta maut, bencana maupun segala macam bentuknya di manapun di bumi Allah yang diciptakanNya dalam enam masa. Mereka membawa panji-panji peperangan dan darah. Pada akhirnya mereka hanya membawa bencana serta kesengsaraan kepada seluruh keluarga dan kerabatnya maupun umat manusia dan menodai ajaran Nabi-nabi.dan Rasul-rasul serta membuat kerusakan dimuka bumi. Mereka tergolong umat yang tidak kenal / tidak tahu.
2. Orang-orang yang jika mereka membaca tentang ayat-ayat tersebut dan ditanyakan tentang hal tersebut mereka akan mengatakan bahwa; “Kami yakin bahwa kalau memang kami ini umat yang taat kami harus melakukannya demikian itu”, ( mereka yakin bahwa kalau mereka ingin disebut umat yang beriman dan taat mereka harus membunuh orang-orang kafir). Tapi mereka takut melakukannya. Mereka juga tergolong umat yang tidak kenal / tidak tahu.
3. Golongan yang tidak menjawab apa-apa atau hanya mengelengkan kepala saja. Mereka berpendapat ; “Berpura-pura tidak tahu atau tidak ada adalah lebih baik.” Atau kepada siapapun mereka akan mengatakan ; “Saya ikut saja apa yang anda katakan.”. Mereka adalah kaum munafik. Mereka juga tergolong umat yang tidak kenal / tidak tahu.
4. Kemudian kaum yang kepada mereka jika ketika dibacakan ayat-ayat tersebut sambil tersenyum penuh arti seraya membenarkan mereka menjawab bahwa; “Kami sering melakukan hal itu dan kami berusaha keras menunaikan perintah pada ayat tersebut sebaik-baiknya”, tetapi nyatanya sebaliknya mereka justru selalu membawa kebahagiaan serta ketentraman bagi dirinya beserta seluruh keluarga dan lingkungannya, anggauta masyarakat lainnya. Pada diri mereka tidak ada panji-panji perang, apalagi darah. Dan mereka hanya menebar hawa kesejukan dan kedamaian kepada siapapun. Mereka tergolong umat yang tahu./ kenal

Pada nomor 4 diatas memang demikian adanya, karena mereka tergolong kaum yang hijabnya sudah tersingkap ( lihat QS Qaaf 50:22 dibawah). Sepanjang hayatnya mereka selalu berusaha dan berusaha menunaikan “Wudhunya”, “Puasanya”, “Jihadnya” serta “Qurbannya” dalam upaya melakukan apapun tugasnya sehari-hari, karena hakekatnya mereka rindu “Berhaji” menemui Tuhannya. Mereka setiap hari harus berperang membunuh “kafir-kafir” serta “musyrik-musyrik” yang selalu hidup dan muncul silih berganti didalam dirinya sendiri dengan segala tipu muslihatnya. Mereka rela harus meninggalkan “kampung halamannya” walaupun itu semua sudah diyakininya an imanni oleh seluruh keluarga dan orang-orang tuanya sejak masa kanak-kanaknya secara fanatik “paling benar” (lihat QS An Nissa’ 4:66 di hal. 5). Ia rela meninggalkan “kampung halamannya” semata-mata demi mencari kebenaran Ilahi.
Mereka adalah kaum yang sudah mendapat petunjuk dari Tuhannya sehingga penglihatannya sudah terang.

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An Nuur 24:35)

Mereka umat yang sudah sebenar-benarnya mengenal Tuhannya (bukan “mengenal” didalam tanda kutib) dan mereka bukan umat yang hanya mengira-ngira, mereka-reka, atau bukan pula termasuk kaum yang selalu menyeru; “Katanya demikian…..????!!!!”. Mereka adalah umat yang sudah mengenal dirinya, sudah disingkapkan hijabnya oleh Allah, (lihat QS Qaaf 50:22 dan QS Al Qiyamah 75:22-23 dibawah). Mereka sudah dapat membaca Kitabullah, sudah dapat membaca kitab dirinya, sudah dapat membaca yang tersirat dan sudah dapat membaca / melihat microcosmosnya alam semesta jagad raya dalam dirinya, sehingga mereka selalu melihat kedalam dirinya dan menghayati perjalanan yang jauh kedalam dirinya, bukan melihat kepada perbuatan orang lain disebelahnya.
Keimanan adalah hal yang menyangkut diri pribadi masing-masing (perjalanan kedalam diri) terhadap / dengan Tuhan, bukan menyangkut / mengenai orang lain disebelah kita. Kalaupun kita masih melihat siapa disebelah kita, tetaplah kita ingat bahwa Allah berfirman pada QS Al Baqarah 2:62 dan QS Al Maa-idah 5:69 bahwa umat beriman walaupun berbeda agama (termasuk kaum shabi’in, maupun siapa saja) mempunyai kedudukan yang sama dimata Allah, bahkan didalam Al Baqarah 2:285 disampaikan bahwa umat beriman tidak membeda-bedakan antara seseorangpun dari rasul rasul-Nya dan umat-umatnya. T I T I K.

Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta`at". (Mereka berdo`a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (Al Baqarah QS 2:285)

Jadi Janganlah kita menjadi umat yang melampaui batas dengan mengatakan kita yang terbaik. Yang terbaik adalah Ilmu Allah, ilmu laduni, ilmu bermanfaat yang diturunkan melalui Rasul-rasulNya yang manapun. Penyimpangan adalah perbuatan manusia yang lupa. Mari kita kaji, ada sementara umat mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan karena ajaran agama sebelumnya sudah menyimpang. Mungkin betul, tapi apakah hal itu tidak terjadi juga dengan agama kita? Coba lihat sekeliling kita baik-baik dengan hati terbuka. Dalam Qs 2:62 dan Qs 5:69 Allah tetap memberikan pengakuan kesetaraan terhadap siapa saja sepanjang ; 1. Beriman kepada Allah (karena saya umat yang memegang Al Qur’an maka saya menyebut dzatNya sebagai Allah), 2. Percaya kepada hari akhir dan ke 3. Beramal sholeh (doing righteous). Apakah Injil sudah dirubah? (sebenarnya itu bukan urusan kita, itu namanya ‘Usil’). Kenyataannya dalam Al Qur’an surah Al Maa-idah atau surah 5 ayat 47 Allah berfirman memerintahkan umat Nasrani membaca / melaksanakan perintah-perintah Allah yang diturunkan dalam Injil - sebagai berikut ini; ”Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik”.
Artinya Allah pun masih menjaga Injil. Kita suci apapun dengan diam-diam bisa dirubah oleh manusia kemudian disimpan dalam lemari tanpa ada yang mengetahui, tetapi adakah manusia yang bisa merubah ayat-ayat Ilahi (kitab suci apapun) yang diturunkan Allah langsung kedalam qalbu seseorang (atau yang saya sebut sebagai baitullah di microcosmos ini yang terdiri dari segumpal darah yang diciptakan Allah dari tanah ) yang sedang mengagumi Sang Khalik melalui firman didalam ayat-ayatNya ?.
Buktinya banyak sekali orang yang sudah mengulang membaca suatu ayat beratus-ratus kali tanpa mendapatkan makna sama sekali selain hanya sebagai susunan huruf hitam dan putih saja dan bahkan menjadi teroris, tetapi ada orang yang satu kali membaca dapat memberikan makna yang mendalam dan berbobot dengan sejuknya, minimal bagi dirinya pribadi. Itu semua semata karena kehendak Allah.
Jadi pada setiap agama apapun ada saja golongan yang menyimpang. Hal yang paling baik adalah kita memulai perjalanan kedalam diri kita sendiri bukan menengok kepada tetangga kita. Kita sudah melebar terlalu banyak. Mari kita kembali ke pokoknya
Mereka yang sudah mengenal dirinya selalu berusaha untuk mencegah pepatah “Gajah dipelupuk mata tak tampak tetapi kuman diseberang lautan tampak” agar tidak terjadi pada dirinya. Wajahnya cerah mencerminkan ruhnya yang sudah ber-miraj. Ada baiknya kita simak ayat dibawah ini.

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (QS Qaaf 50:22)

“Wajah-wajah mereka pada hari itu bercahaya. Kepada Tuhannyalah mereka melihat” (QS Al Qiyamah 75:22-23)

Acuan
Untuk menjaga diri kita setiap saat agar kita tidak tergolong zalim, dan agar kita tidak diperdaya iblis dalam menghayati ayat-ayat suci marilah kita selalu berpegang kepada ayat berikut ini,

“Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS Al Israa’ 17:82)

Kalau kita kembali kepada ayat-ayat yang kita singgung sebelumnya yang memerintahkan kita untuk “Membunuh kaum kafir” dan “Membunuh diri kita sendiri”. Bagi kaum yang “sudah kenal” , “sudah melihat terang” atau “sudah tersingkap hijab”nya, pengamalannya akan berbeda. Mereka akan mengatakan bahwa; “Kami selalu berperang dengan kafir-kafir yang ada dalam diri kami”.Mereka selalu berlaku adil terhadap kafir-kafir didalam diri mereka yang mereka tawan. Kafir-kafir dalam diri mereka sudah sudah “tertawan” tunduk turut sujud bersholat jama’ah di ”imammi” roh-Ku menghadap Yang Maha Roh. (Mengapa saya beristilah “roh-Ku”, mari tengok ayat berikut)

“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”. (QS Shaad 38:72)

Mereka sedikitpun tidak ragu-ragu meninggalkan “kampung halaman”nya, berhijrah walaupun hal itu sudah diimani sebagaimana diimani seluruh orang-orang tuanya secara kental sejak sesadar mereka setelah mereka dilahirkan (lihat QS An Nissa’ 4:66 di hal. 5). Mereka umat yang sudah “membunuh dirinya”, belajar/merasakan laku mati sebelum kematian menjemputnya - Antal Maut Qablal Maut - sebagai upaya menghadap Yang Maha Roh selagi hidupnya.

Pada ayat QS Al Israa’ 17:82 diatas jelas diwahyukan Allah, bahwa dalam pengamalan ayat-ayat Al Kitab kita bisa saja mendapatkan kerugian ataupun bencana, aib. Baik secara langsung maupun tidak langsung akibat buruknya berdampak kepada diri kita. Hal itu jelas hanya dapat terjadi semata-mata jika kita tergolong orang yang zalim (orang masih tertutup / terhijab). Kalau kita termasuk orang-orang yang beriman maka pengamalan firman-firman Allah mutlak hanya akan mendatangkan rachmat atau sebagai penawar jika kita sedang dalam duka atau kesedihan. Hal ini mutlak semutlak-mutlaknya sesuai janji Allah Yang Maha Pasti. Sangat sederhana bukan ?
Mudah-mudahan kita tergolong umat yang tahu atau kenal sehingga menjadi umat yang tergolong mendapat penawar, rahmat, kebenaran serta manfaat sebesar-besarnya dari Al Kitab.

Jadi kalau hati kita masih gelap atau belum mendapat terang sebaiknya kita ber”fakir”lah demi mencari Allah . Pakailah akal dan bertanya / belajar kepada siapa-siapa saja orang yang tahu, dengarkan dulu semua kata-kata setiap orang tersebut dengan baik lalu pilihlah apa yang terbaik dan tinggalkan yang buruk.

(QS Az Zumar 39:18) “yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”

Janganlah kita fanatik buta kepada seseorang/sesuatu dan melaksanakannya dengan membabi buta tanpa akal sehingga kita tergolong dalam kaum yang zalim seperti dinyatakan ayat diatas, apalagi berkelit dengan mengatakan; “Ini tidak lain hanyalah - ayat-ayat setan”. Bukalah cakrawala qalbu kita seluas-luasnya seluas semesta ciptaan Allah yang tidak berbatas ini.

(QS An Nissa’ 4:82) “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”

Diatas secara tegas difirmankan bahwa tidak ada ayat-ayat yang saling bertentangan dalam Al Qur’an. Tidak ada pertentangan / kegelapan pada ayat-ayat Allah, yang bertentangan dan gelap itu hati manusia yang belum menyaksikan cahaya pelita didalam lubang yang tidak tembus (QS An Nuur 24:35 pada hal. 7).

Semua hal diatas adalah panduan bagi kita manusia. Atau mungkin anda masih beranggapan bahwa semua ayat diatas hanya cerita/dongeng dahulu kala dan tidak bisa terjadi pada orang zaman abad kini ? dan juga mungkin anda termasuk yang beranggapan bahwa ayat-ayat Tuhan tersebut harus dibaca lengkap seluruhnya sebelum anda anda dapat mengerti / memahami isinya seperti layaknya anda membaca komik bukan layaknya sebagai mujizat yang masih tetap diturunkan kapan saja oleh Yang Maha Pencipta seperti diwahyukan dalam QS Muthaffifiin 83:13, novel atau dongeng ? Ingat Kitab Suci adalah Sabda Tuhan dengan segala muzizat yang belum pernah terfikirkan manusia, sama sekali bukanlah cerita dongeng. Mari coba kita simak ayat berikut ini.

(QS Muthaffifiin 83:13) yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu".

Akhir kata penulis hanya dapat menganjurkan bahwa sebaiknya kita bertanya dan bertanya dalam diri sendiri kita sendiri; “Masih zalimkah saya ?”, kalau kita berniat untuk membuktikannya saya usulkan baca kembali surah Al Israa 17:82 diatas dan kita introspeksi diri kita sendiri (bukan orang lain) bahwa kita tergolong yang mana.

Tampaknya itu semua tergantung dari kita sendiri mau memahami atau tidaknya, bukan menjadi tergantung karena membeo kata si A maupun si B walaupun dia seorang tokoh, sebab setiap individu selalu mempunyai motivasi dan tujuan, bisa saja panutan anda tersebut mempunyai motivasi politik atau uang. Yang paling tahu kebutuhan rohani anda adalah anda sendiri. Anda beranggapan bahwa anda tidak paham Al Qur'an, bukankah sudah ada terjemahan dalam bahasa Indonesia, bahkan dalam bahasa daerah sekalipun (Al Qur'an justru memerintahkan agar kita mempelajari Al Qur'an dalam bahasa 'kaum' mu). Banyak contoh bahwa mereka yang justru paham berbahasa Al Qur'an (kalau tidak mau disebut bahasa Arab) justru banyak yang menjadi teroris atau menjadi sempit wawasannya. Jadi anda menbaca terjemahan al Qur'an dalam bahasa Indonesia (bahasa Ajam) tidak berarti anda lebih rendah nilainya dari mereka yang fasih membaca dalam bahasa Arab.
Blog ini semata untuk mereka yang meyakini bahwa keindahan, keagungan dan kebesaranNya justru tampak lebih jelas dan indah didalam perbedaan-perbedaan dan keaneka-ragaman yang diciptakanNya dan disamping untuk menambah wawasan bagi saudara-saudara kami yang meyakini adanya kedamaian universal didalam kebenaran Islam. Bagi saudara-saudara kami yang merasa sudah mencapai Kebenaran pada jalan berbeda, kami ucapkan selamat dan terimakasih kami atas toleransinya yang sudah diberikan kepada kami. Jika pemahaman kami ini terasa mengganggu kenyamanan Ibu / Bapak / Saudara-saudari kami mohon keichlasannya untuk memaafkan, biarkanlah kami tetap dalam upaya 'pencarian' kami dan kami persilahkan menutup blog ini atau silahkan tetap membaca sejauh tidak merasa kenyamanannya terganggu.